Pengusaha Seluler: Mahpudin, dari Klitikan ke Bisnis Profesional

Krisis moneter tahun 1998 yang membuatnya harus keluar dari bangku kuliah di Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Semarang, ternyata tidak membuat Mahpudin (27) putus asa. Ia pun memutuskan hijrah ke Yogyakarta dengan pertimbangan biaya hidup yang lebih murah serta peluang usaha yang lebih luas.

Sesampainya di Yogyakarta, ia tidak malu-malu menjadi penjual barang loakan atau barang bekas di Pasar Klitikan di Jalan Mangkubumi. Awalnya ia hanya menjual kaset bekas dan peralatan rumah tangga seperti kursi, obeng, dan peralatan lain. Karena merasa tidak prospektif, ia beralih menjadi penjual kalkulator bekas.

Usaha ini ternyata memberikan angin segar bagi Mahpudin karena banyak mahasiswa yang membutuhkan alat bantu hitung ini. "Kalau beli baru harganya bisa mencapai Rp 400.000 karena fasilitasnya lengkap baik untuk matematika maupun fisika. Saat itu saya jual seharga Rp 100.000," katanya.

Sekitar setahun Mahpudin gonta-ganti usaha karena belum menemukan format yang cocok. Tahun 1999 ia bertemu temannya yang bergerak di usaha seluler. Berguru pada pengalaman temannya itu, Mahpudin akhirnya membuka konter kecil di Jalan Mataram dengan modal pinjaman dan memilih spesialisasi penjualan telepon seluler (ponsel) bekas. "Respons pasar ternyata luar biasa. Apalagi, saat itu belum banyak pelaku usaha yang bermain di bidang ini. Tidak lama kemudian saya juga membuka konter di Sagan," tuturnya.

Saat ini Mahpudin memusatkan usaha di Jalan Gejayan dengan nama Ogot Phone dan Bigot Phone karena lokasi ini mempunyai image sebagai pusat penjualan ponsel baru. Nama Ogot diambilnya sebagai branding toko karena nama tersebut susah ditiru. Selain itu, baginya, Ogot memiliki makna tersendiri karena menjadi nama ejekan saat ia menempuh pendidikan di bangku SMA. Untuk logo, ia sengaja menggunakan image foto dirinya dengan degradasi warna hitam-putih karena terinspirasi branding restoran Kentucky Fried Chicken (KFC).

"Karena bapak saya berjenggot, maka saya selaku dijuluki jenggot dan lama-kelamaan menjadi Ogot. Sedangkan Bigot saya ambil Ogot kedua. Saya sengaja memberikan branding berbeda supaya konsumen tidak bingung karena lokasinya berada di jalan yang sama," ujar pria kelahiran Rangkas Bitung, Banten, tersebut.

Margin keuntungan penjualan ponsel berkisar 5-7 persen dari harga jual. Dalam sehari Ogot Phone saja bisa menjual 50 unit ponsel. Jika rata-rata keuntungan Rp 50.000, dalam sehari ia sudah mengantongi Rp 2,5 juta untuk satu konter. "Karenanya yang kami kejar bukan marginnya, tetapi jumlahnya," katanya.

Pesatnya usaha milik Mahpudin karena ia menggunakan prinsip memudahkan transaksi dengan fasilitas buy back (back) dan kredit. Ia juga memberikan fasilitas konsultasi bagi konsumen sebelum memutuskan membeli ponsel. "Mudahkanlah transaksi maka rezeki juga akan mengalir dengan mudah. Itulah prinsip yang saya pegang selama ini," ujarnya.
Dalam waktu dekat Mahpudin berencana mengembangkan usahanya itu dengan konsep franchise karena sudah banyak pihak yang ingin menanam modal. (ENY)

Ingin Usaha Seluler & Pulsa Elektrik? lihat di: http://www.cikalmart.com
(Isi Pulsa 24 jam, kapanpun & dimanapun Anda berada)